Kamis, 06 Oktober 2011

CAHAYA KEHIDUPAN DENGAN AL QUR'AN

Para penghafal Al-Qur’an adalah orang-orang yang dipilih Allah -sepanjang sejarah kehidupan manusia- untuk menjaga kemurnian Al-Qur’an dari usaha-usaha pemalsuannya, sesuai dengan jaminan Allah SWT.


“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami.” (QS. Fatir: 32)

Al-Qur’an memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Al-Qur’an adalah manhajul hayah bagi seluruh manusia tanpa terkecuali.

Hifzhul Qur’an merupakan upaya mengakrabkan orang-orang yang beriman dengan kitab sucinya sehingga ia tidak menjadi buta. Terbukti dengan langkanya nilai-nilai Al-Qur’an yang membudaya dan menyatu dalam kehidupan mereka. Muslimat yang masih terbuka auratnya, jelas berbeda dibanding dengan yang menutup auratnya. Ini hanya satu contoh dari sekian banyak pelajaran Al-Qur’an yang belum dilaksanakan oleh jutaan kaum muslimin, baik di negeri ini ataupun di negeri-negeri muslim lainnya.

Allah berfirman : ”Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan bathil).” (QS. Al-Baqarah: 185)

Peletak manhajula hayah yang hakiki adalah Allah. Sebagai umat Islam, tak ada alasan bagi kita untuk meragukan Al-Qur’an.

Allah sendiri memberinya nama Al-Haq dalam firman-Nya,
”Katakanlah, ’Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu Al-Haq (kebenaran Al-Qur’an) dari Rabb kalian...” (QS. Yunus: 108)

Kebenaran hanya milik Allah. Namun kebenaran bukanlah suatu hal yang semu dan relatif. Karena Allah Ta’ala telah menjelaskan kebenaran kepada manusia melalui Al Qur’an dan bimbingan Nabi-Nya Shallallahu’alaihi Wasallam. Tentu kita wajib menyakini bahwa kalam ilahi yang termaktub dalam Al Qur’an adalah memiliki nilai kebenaran mutlak. Lalu siapakah orang yang paling memahami Al Qur’an?

Tanpa ragu, jawabnya adalah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Dengan kata lain, Al Qur’an sesuai pemahaman Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan sabda-sabdaShallallahu’alaihi Wasallam itu sendiri keduanya adalah sumber kebenaran.

Dan siapakah sebetulnya di dunia ini yang paling memahami Al Qur’an serta sabda-sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam? Jawabnya, merekalah para sahabat Nabi radhi’allahu ‘anhum ajma’in.

Jaminan Allah terhadap para sahabat dalam Al Qur’an diantaranya :

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar” (QS. At Taubah: 100)

Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

خير الناس قرني ، ثم الذين يلونهم ، ثم الذين يلونه

Sebaik-baik manusia adalah yang ada pada zamanku, kemudian setelah mereka, kemudian setelah mereka

Dan masih banyak lagi pujian dan pemuliaan dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam terhadap para sahabatnya yang membuat kita tidak mungkin ragu lagi bahwa merekalah umat terbaik, masyarakat terbaik, dan generasi terbaik umat Islam. Berbeda dengan kita yang belum tentu mendapat ridha Allah dan baru kita ketahui kelak di hari kiamat, para sahabat telah dinyatakan dengan tegas bahwa Allah pasti ridha terhadap mereka. Maka yang layak bagi kita adalah memuliakan mereka, meneladani mereka


2. Al-Qur’an adalah ruh bagi orang-orang yang beriman.

“Dan demikianlah Kami wahyukan Ruh (Al-Qur’an) dengan perintah Kami.” (QS. Asy-Syura: 52)

Al-Qur’an adalah ghidza ruhi (santapan). Ini berarti ayat-ayat Al-Qur’an sangat dibutuhkan oleh ruhani kita sebagaimana tubuh kita membutuhkan makanan.

Tilawah Al-Qur’an, apalagi menghafalnya, merupakan upaya yang sangat efektif untuk memperoleh ruh Al-Qur’an di samping ibadah-ibadah lain. Ruh kita akan dipenuhi oleh muatan ayat-ayat Allah yang menjadikannya kuat dalam mengarungi kehidupan. Hidup ini memang tidak lepas dari ujian, baik terhadap diri maupun keluarga.


3. Al-Qur’an sebagai Adz-Dzikir  (peringatan)

Allah berfirman, “Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan dan kitab yang memberi penerangan.” (QS. Yasin: 69)

Untuk dapat menjadikan Al-Qur’an sebagai Adz Dzikr, diperlukan hati yang bersih dan keimanan kepada hari akhir.

Tidak semua manusia menjadikan Al-Qur’an sebagai kitab yang memberi peringatan. Betapa banyak orang yang paham dengan isi Al-Qur’an, bahkan banyak yang berinteraksi dengan Al-Qur’an, namun kehidupannya jauh dari Al-Qur’an. Fikrah dan akhlaknya sangat kontradiksi dengan Al-Qur’an. Inilah orang-orang yang disebut-sebut oleh Rasulullah SAW sebagai orang yang merasakan Al-Qur’an di mulutnya saja, dan tidak pernah sampai kepada tenggorokannya.

Sabdanya, ”Mereka membaca Al-Qur’an, (namun ayat-ayatnya) tidak mampu melampaui tenggorokan mereka.” (HR. Muslim)

4. Al-Qur’an sumber pengetahuan alam

Sesuai sifat Allah sendiri sebagai Maha Pencipta dan Maha Mengetahui, sudah sewajarnya jika Al-Qur’an sarat dengan ilmu pengetahuan. Penghafal Al-Qur’an sesungguhnya adalah orang yang otaknya penuh dengan informasi-informasi Allah, baik rinci maupun global. Al-Qur’an sebagai Manhajul hayah menjelaskan tentang pendidikan, ekonomi, dan politik. Sedangkan dari segi iptek di dalamnya banyak isyarat tentang ilmu Fisiologi, Kedokteran, Astronomi, dan lain sebagainya. Isyarat-isyarat ini telah berhasil dituangkan ke dalam sebuah karya yang ditulis oleh Dr. Muhammad Al-Khotib dalam bukunya yang berjudul ’Sains Islam dan Kemukjizatan Dunia’.


Begitu pulaAsy Syaikh Tanthowi dalam tafsirnya Al-Jawahir dan Asy Syaikh Al-Azzindani. Sejarah kehidupan manusia telah mengabadikan kejayaan umat Islam dalam bidang ilmu pengetahuan yang tidak bisa diingkari.

5. Bekal dakwah  

Umar r.a. dalam pesannya mengatakan: ”Bekalillah dirimu sebelum kamu menjadi pemimpin.” Bekal pertama yang harus kita perhatikan adalah belajar dan termasuk mengamalkan isi Al-Qur’an sebelum bekal-bekal lainnya yang tidak kalah penting.

Tidak ada komentar: